Dari Octagon ke Kekayaan: Kisah Petarung UFC dengan Bayaran Tertinggi Sepanjang Masa

Dari Octagon ke Kekayaan: Kisah Petarung UFC dengan Bayaran Tertinggi Sepanjang Masa

TrenHarapanUFC telah bertransformasi dari olahraga niche menjadi tontonan global dengan jutaan penggemar di seluruh dunia. Pada akhir 2000-an, MMA mulai meledak berkat siaran televisi dan pay-per-view yang masif. Seiring waktu, UFC tidak hanya menjadi arena adu fisik, tetapi juga mesin bisnis raksasa. Setelah diakuisisi Endeavor pada 2016 dengan nilai lebih dari 4 miliar dolar AS, struktur keuangan UFC berubah drastis. Petarung bintang kini tidak hanya dibayar untuk bertarung, tetapi juga untuk daya tarik komersial mereka. Transisi ini menciptakan kesenjangan antara era pionir seperti Royce Gracie dan Ken Shamrock dengan generasi modern. Kini, popularitas, karisma, dan kemampuan menjual pertarungan menjadi faktor penting yang menentukan seberapa besar seorang petarung dibayar.

Conor McGregor dan Era Superstar UFC

Conor McGregor menjadi simbol paling jelas dari era baru UFC yang sarat uang dan sorotan media. Petarung asal Irlandia ini bukan hanya juara dua divisi, tetapi juga magnet penonton global. Dengan gaya bicara provokatif dan kepercayaan diri tinggi, McGregor menjadikan setiap pertarungan sebagai tontonan wajib. Pertarungannya melawan Jose Aldo, Nate Diaz, hingga Khabib Nurmagomedov memecahkan rekor pay-per-view. Walaupun sudah lebih dari empat tahun tidak bertarung, total pendapatannya mencapai sekitar Rp657 miliar. Angka ini menempatkannya di puncak daftar petarung UFC dengan bayaran tertinggi sepanjang masa. McGregor membuktikan bahwa di UFC modern, nilai seorang petarung tidak hanya ditentukan oleh kemenangan, tetapi juga oleh kemampuannya menciptakan cerita.

“Baca Juga : Pukulan Realitas di Ring: Jake Paul Pamer Rahang Patah Usai Tumbang dari Anthony Joshua”

Khabib Nurmagomedov dan Dominasi Tanpa Cela

Berbeda dengan McGregor, Khabib Nurmagomedov membangun kekayaannya lewat dominasi mutlak di dalam Octagon. Petarung berjuluk The Eagle ini pensiun dengan rekor sempurna dan status juara kelas ringan UFC. Perseteruannya dengan McGregor melahirkan UFC 229, acara dengan penjualan pay-per-view tertinggi dalam sejarah UFC. Dari pertarungan tersebut, Khabib memperoleh bayaran besar yang mengangkat total pendapatannya hingga sekitar Rp382 miliar. Meski dikenal tidak termotivasi oleh uang, dampak global dari gaya bertarung dan kepribadiannya tetap menghasilkan nilai komersial tinggi. Khabib meninggalkan UFC di puncak karier, namun jejak finansial dan sportivitasnya tetap menjadi standar emas bagi generasi petarung berikutnya.

Jon Jones dan Status Petarung Terhebat

Jon Jones sering disebut sebagai petarung terhebat yang pernah tampil di UFC. Prestasinya sebagai juara dua divisi mencerminkan keunggulan teknik dan kecerdasan bertarung. Ketika pindah ke kelas berat, nilai pasarnya melonjak signifikan. Kemenangan submission atas Ciryl Gane memberinya bayaran jutaan dolar, disusul pertahanan gelar melawan Stipe Miocic yang semakin mengukuhkan posisinya. Total pendapatannya kini diperkirakan mencapai Rp287 miliar. Namun, perjalanan Jones juga diwarnai kontroversi dan keputusan sulit, termasuk melepas gelar alih-alih menghadapi Tom Aspinall. Meski demikian, daya tariknya tetap kuat. Nama Jon Jones selalu menjanjikan perhatian global, yang pada akhirnya berdampak langsung pada nilai finansialnya.

“Simak Juga : Adu Mental Terakhir Jake Paul dan Anthony Joshua Jelang Duel Panas di Miami”

Alex Pereira dan Lonjakan Cepat ke Papan Atas

Alex Pereira adalah contoh nyata bagaimana UFC modern bisa mengangkat petarung ke puncak finansial dalam waktu singkat. Dengan hanya belasan pertarungan, petarung asal Brasil ini sudah mengumpulkan pendapatan sekitar Rp268 miliar. Gaya bertarung agresif dan duel-duel spektakulernya membuat penggemar selalu menantikan aksinya. Tahun 2024 menjadi titik balik, ketika ia meraup lebih dari 8 juta dolar AS dalam satu tahun. Meski sempat kehilangan gelar, Pereira berhasil merebutnya kembali, menjaga momentumnya tetap hidup. Di usia 38 tahun, ia membuktikan bahwa karier MMA tidak selalu soal panjangnya waktu, tetapi tentang momen besar yang dimanfaatkan dengan tepat.

Alistair Overeem dan Konsistensi Bayaran Tinggi

Alistair Overeem mungkin tidak pernah memegang sabuk juara UFC, tetapi stabilitas finansialnya patut diperhitungkan. Setelah kontraknya diakuisisi dari Strikeforce, Overeem menikmati bayaran pokok mendekati 1 juta dolar AS per pertarungan. Dengan 21 laga di UFC, total pendapatannya mencapai sekitar Rp240 miliar. Kemenangan atas nama besar seperti Brock Lesnar memperkuat posisinya sebagai petarung kelas berat elit. Overeem mewakili era transisi UFC, ketika kontrak lama dan struktur baru bertemu. Kisahnya menunjukkan bahwa konsistensi, pengalaman, dan daya jual tetap dapat menghasilkan kekayaan besar, bahkan tanpa status juara dunia.