Tren Harapan – Wabah virus MERS-CoV kembali menjadi perhatian dunia medis setelah muncul laporan kasus baru di Arab Saudi. Virus ini merupakan singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus dan pertama kali ditemukan pada tahun 2012. Sejak itu, virus ini tercatat menyebar di beberapa negara Timur Tengah dan Asia. Meski belum sebesar pandemi COVID-19, potensi bahaya MERS-CoV tetap tidak bisa diremehkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan soal peningkatan kewaspadaan menjelang musim haji yang akan datang.
MERS-CoV merupakan virus dari keluarga coronavirus yang sama dengan SARS dan COVID-19. Virus ini diketahui ditularkan dari hewan ke manusia, terutama dari unta dromedaris. Namun, penularan antar manusia juga dimungkinkan, terutama di lingkungan rumah sakit atau keluarga. Gejala yang ditimbulkan antara lain demam, batuk, sesak napas, dan dalam kasus berat dapat menyebabkan pneumonia hingga kematian. Masa inkubasi virus berkisar antara 2 hingga 14 hari. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting dalam mencegah penyebaran lebih lanjut.
“Baca Juga : Brussels Sprouts: Sayuran Kecil dengan Manfaat Besar untuk Jantung”
Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengonfirmasi adanya kasus baru MERS-CoV dalam beberapa pekan terakhir. Beberapa pasien yang terinfeksi memiliki riwayat kontak dengan unta. Selain itu, beberapa tenaga medis juga dikabarkan tertular akibat keterpaparan dalam fasilitas kesehatan. Pemerintah Arab Saudi kini meningkatkan pengawasan kesehatan di rumah sakit dan memperketat protokol isolasi. Pemeriksaan suhu tubuh, penggunaan alat pelindung diri, dan pelaporan gejala segera menjadi standar baru dalam sistem kesehatan nasional mereka.
Dengan musim haji yang semakin dekat, perhatian dunia tertuju pada risiko penyebaran MERS-CoV di antara para jemaah. Ribuan orang dari berbagai negara akan berkumpul di Mekkah, menciptakan potensi penularan lintas negara. Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan imbauan kepada calon jemaah untuk menjaga kebersihan dan kesehatan selama di tanah suci. Vaksinasi, meski belum tersedia khusus untuk MERS-CoV, tetap menjadi bagian dari strategi pencegahan penyakit lainnya. Petugas kesehatan haji juga akan dilengkapi dengan pelatihan deteksi dini.
“Simak juga: Strategi Barcelona dalam Meraih Gelar La Liga 2024/2025”
Meskipun berasal dari keluarga virus yang sama, karakteristik MERS-CoV cukup berbeda dengan COVID-19. MERS memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi, sekitar 35%, dibandingkan COVID-19 yang berada di bawah 3% secara global. Namun, tingkat penularan MERS jauh lebih rendah dibanding COVID-19. Ini disebabkan oleh sifat virus yang tidak mudah menular melalui udara jarak jauh. Kasus MERS lebih sering terjadi di fasilitas kesehatan, bukan di komunitas luas. Meski begitu, semua tindakan pencegahan tetap perlu dilakukan secara ketat.
WHO telah mengaktifkan sistem pengawasan global untuk mendeteksi dan merespons kasus MERS-CoV. Negara-negara anggota diminta melaporkan kasus secara transparan dan memperkuat laboratorium pengujian. Kolaborasi antara negara pengirim jemaah haji juga menjadi kunci dalam mencegah wabah lintas batas. Pelatihan medis lintas negara, simulasi penanganan kasus, serta kampanye edukasi bagi masyarakat merupakan bagian dari strategi WHO dalam mengendalikan potensi penyebaran virus ini secara global.
Dalam menghadapi ancaman MERS-CoV, berbagai teknologi baru mulai digunakan. Aplikasi pemantauan kesehatan berbasis smartphone, pemetaan penyebaran menggunakan AI, dan sistem pelaporan cepat menjadi bagian dari inovasi yang diterapkan. Di Arab Saudi, sistem digital seperti aplikasi Tawakkalna digunakan untuk pelacakan dan penilaian risiko. Teknologi ini memungkinkan pemerintah mengambil tindakan cepat jika ada laporan gejala dari individu yang berpotensi terinfeksi. Sistem ini dinilai efektif selama pandemi COVID-19 dan kini dilanjutkan dalam konteks MERS-CoV.
Masyarakat dapat berperan besar dalam mencegah penyebaran MERS-CoV dengan menjaga kebersihan diri. Mencuci tangan dengan sabun, menghindari kontak langsung dengan unta, dan mengenakan masker di tempat ramai adalah langkah-langkah sederhana namun penting. Selain itu, masyarakat diimbau untuk segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala pernapasan. Edukasi kepada keluarga tentang cara isolasi mandiri dan penggunaan masker juga bisa membantu menekan angka penularan. Pemerintah dan masyarakat harus bergerak bersama menghadapi ancaman ini.
Hingga kini, belum ada vaksin khusus untuk MERS-CoV yang tersedia untuk umum. Beberapa perusahaan farmasi dan lembaga riset telah mengembangkan kandidat vaksin, namun masih dalam tahap uji klinis. Terapi yang digunakan saat ini lebih bersifat suportif, seperti pemberian oksigen dan perawatan intensif. Obat antivirus tertentu juga sedang diuji coba untuk mengetahui efektivitasnya. Meskipun tantangannya besar, pengembangan vaksin MERS tetap menjadi prioritas dalam peta jalan pengendalian virus-virus zoonosis global yang berpotensi menimbulkan pandemi.