Trenharapan – Polri bongkar TPPO kerja,Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali mencuat ke permukaan setelah Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan internasional yang terlibat dalam eksploitasi WNI. Dua orang terlibat dalam kasus ini, salah satunya berperan sebagai perekrut tenaga kerja dengan iming-iming pekerjaan di Uni Emirat Arab. Alih-alih diberangkatkan ke Timur Tengah, para korban justru dikirim secara ilegal ke Myanmar.
Setibanya di wilayah Myawaddy, Myanmar, para korban tidak menjalani pekerjaan yang dijanjikan. Mereka malah dipaksa bekerja sebagai admin kripto untuk kegiatan yang tidak jelas legalitasnya. Gaji yang dijanjikan sekitar 26 ribu baht per bulan atau Rp 13 juta hanya menjadi angan-angan. Faktanya, korban dieksploitasi tanpa kepastian kontrak kerja yang layak dan upah sesuai.
“Baca juga : Fatwa Haram Sound Horeg: MUI Jatim Larang Jika Mengganggu “
Polri menyebutkan bahwa pengungkapan ini bermula dari proses pemulangan atau repatriasi WNI yang berhasil melarikan diri dari Myanmar pada Maret 2025. Dari hasil penyelidikan, teridentifikasi bahwa korban awalnya direkrut melalui wawancara daring dan difasilitasi untuk pembuatan dokumen hingga tiket pesawat. Tersangka HR berhasil ditangkap di Jakarta, sementara IR masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam penangkapan ini, polisi menyita sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan kejahatan. Enam paspor, dua handphone, satu laptop, serta beberapa dokumen rekening dan manifes penumpang berhasil diamankan. Semua ini digunakan sebagai alat bantu dalam proses perekrutan dan pengiriman korban ke luar negeri secara ilegal.
Brigjen Nurul Azizah, Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri, menekankan bahwa TPPO merupakan kejahatan serius yang terus bertransformasi dalam modus dan pola. Ia mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah percaya pada tawaran kerja ke luar negeri tanpa memastikan legalitas dan kejelasan penyelenggaranya. Pemerintah juga terus menggalakkan edukasi dan pengawasan ketat terhadap rekrutmen tenaga kerja migran.
Atas tindakan tersebut, para pelaku dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO yang membawa ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp 600 juta. Mereka juga dijerat dengan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran dan pasal tambahan dalam KUHP yang memperkuat hukuman terhadap pelaku kejahatan perdagangan orang.