Tren Harapan – Alergi Susu dan Intoleransi Laktosa adalah dua kondisi yang sering membingungkan banyak orang, meskipun keduanya berhubungan dengan masalah pencernaan susu. Bagi banyak orang, susu merupakan bagian dari pola makan sehari-hari, namun ada juga yang mengalami reaksi tubuh yang tidak diinginkan setelah mengonsumsinya. Meskipun keduanya terkait dengan konsumsi susu, sebenarnya mereka adalah dua kondisi yang sangat berbeda. Berikut penjelasan mengenai perbedaan alergi susu dan intoleransi laktosa menurut ahli.
“Baca juga: Gejala dan Penanganan Wasir pada Usia 45-65 Tahun”
Alergi susu adalah reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap protein yang terkandung dalam susu, seperti kasein dan whey. Ketika seseorang yang alergi susu mengonsumsi produk susu, tubuh mereka salah mengidentifikasi protein susu sebagai zat berbahaya dan mulai melepaskan antibodi imunoglobulin E (IgE). Proses ini mengaktifkan pelepasan zat kimia seperti histamin yang memicu gejala alergi.
Beberapa gejala alergi susu termasuk ruam kulit, gatal-gatal, pembengkakan pada wajah atau bibir, sesak napas, atau bahkan anafilaksis, yang bisa mengancam nyawa. Alergi susu biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak, meskipun beberapa orang dewasa juga bisa mengalaminya.
Penting untuk membedakannya karena alergi susu melibatkan sistem kekebalan tubuh, sementara intoleransi laktosa lebih berhubungan dengan masalah pencernaan.
Intoleransi laktosa adalah kondisi di mana tubuh tidak dapat mencerna laktosa, yaitu gula alami yang terkandung dalam susu dan produk susu. Penyebab utama dari intoleransi laktosa adalah kekurangan enzim laktase, yang diproduksi di usus halus. Enzim laktase berfungsi untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, dua jenis gula yang lebih mudah diserap tubuh. Jika seseorang kekurangan enzim laktase, laktosa yang tidak tercerna akan tetap berada di usus besar, menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu.
Gejala intoleransi laktosa meliputi kembung, diare, perut kram, dan gas. Gejala-gejala ini biasanya muncul dalam beberapa jam setelah mengonsumsi produk susu yang mengandung laktosa. Intoleransi laktosa lebih umum terjadi pada orang dewasa dan lebih sering ditemukan pada orang dengan latar belakang etnis tertentu, seperti Asia, Afrika, dan Hispanik.
Salah satu cara utama untuk membedakan alergi susu dan intoleransi laktosa adalah melalui gejala yang muncul. Alergi susu melibatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga gejalanya bisa sangat serius dan memengaruhi banyak organ tubuh. Seseorang yang alergi susu bisa mengalami reaksi yang sangat cepat, seperti sesak napas, pembengkakan, atau bahkan anafilaksis. Reaksi alergi ini memerlukan perhatian medis segera.
Sementara itu, intoleransi laktosa lebih berfokus pada gangguan pencernaan. Gejala seperti perut kembung, diare, dan gas adalah tanda khas dari intoleransi laktosa, dan meskipun tidak nyaman, gejala ini biasanya tidak mengancam jiwa. Namun, gejalanya bisa sangat mengganggu dan memengaruhi kualitas hidup seseorang.
“Simak juga: Orang Sakit Jadi Sering Ngigau? Ternyata Ini Penyebabnya Menurut Para Ahli!”
Untuk mendiagnosis alergi susu, dokter biasanya akan melakukan tes darah untuk mengukur kadar IgE atau tes kulit untuk mengidentifikasi reaksi alergi terhadap protein susu.
Untuk intoleransi laktosa, dokter biasanya akan melakukan tes hidrogen breath test, yang mengukur jumlah hidrogen dalam napas setelah pasien mengonsumsi laktosa. Jika tubuh tidak dapat mencerna laktosa, bakteri di usus besar akan memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas hidrogen, yang dapat diukur dalam napas.
Pengelolaan alergi susu melibatkan menghindari semua produk susu yang mengandung protein susu. Bagi mereka yang memiliki alergi susu, membaca label produk sangat penting karena banyak makanan olahan mengandung susu dalam berbagai bentuk.
Intoleransi laktosa lebih berkaitan dengan penurunan produksi enzim laktase seiring bertambahnya usia. Intoleransi laktosa juga lebih umum pada orang dengan riwayat etnis tertentu yang cenderung mengalami penurunan enzim laktase.
Penting untuk memahami perbedaan ini agar dapat mengelola kondisi dengan tepat dan memilih pengobatan atau tindakan pencegahan yang sesuai. Jika Anda merasakan gejala yang mencurigakan setelah mengonsumsi produk susu, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.