Tren Harapan – Penggunaan TikTok yang semakin populer di kalangan remaja kini menjadi sorotan. Di balik kemudahan dan kreativitas yang dihadirkan, para ahli mulai memperingatkan bahaya kecanduan menonton video pendek di platform TikTok, yang ternyata dapat berdampak negatif bagi kesehatan mental dan kemampuan memori remaja.
TikTok dikenal dengan format video pendeknya yang khas, memungkinkan pengguna untuk menyaksikan konten kreatif hanya dalam hitungan detik. Berbagai fitur unik seperti efek visual, suara latar, serta cara sederhana untuk berinteraksi dengan kreator lain membuat platform ini begitu diminati. Namun, daya tarik inilah yang membuat banyak pengguna kesulitan untuk berhenti setelah mulai menonton, bahkan sering kali tanpa sadar menghabiskan waktu berjam-jam untuk scrolling.
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Southwest University, China, mengungkapkan bahwa kebiasaan menonton TikTok secara berlebihan dapat mengurangi kapasitas memori pada remaja. Dalam penelitian yang diterbitkan di International Journal of Environmental Research and Public Health. Sebanyak 3036 siswa sekolah menengah atas di China menjadi peserta untuk mengukur tingkat kecanduan mereka terhadap TikTok. Mereka diminta melakukan berbagai tes memori sederhana, termasuk mengingat deretan angka. Hasilnya menunjukkan bahwa remaja yang lebih kecanduan TikTok memiliki kemampuan ingatan yang lebih lemah dibandingkan dengan yang tidak kecanduan.
Fenomena ini dapat dijelaskan melalui mekanisme otak saat mengonsumsi konten singkat secara terus-menerus. Konten yang mudah dicerna dan menarik sering kali memicu dorongan “dopamin cepat” atau kepuasan instan, yang sebenarnya bisa merusak proses memori jangka panjang ketika dilakukan berlebihan.
“Baca Juga: AI dan Coding: Menjadi Pilihan Mata Pelajaran Tingkat SD-SMP”
Tidak hanya memengaruhi memori, kecanduan TikTok juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kecanduan media sosial memiliki kaitan dengan meningkatnya tingkat stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Dr. Po-Chang Hsu, seorang konsultan tidur medis, menjelaskan bahwa dorongan untuk terus menggulir layar di malam hari adalah reaksi umum. Mengingat konten di TikTok memang sengaja dibuat menarik, singkat, dan cepat dikonsumsi. Hal ini memicu pola kecanduan pada otak yang membuat pengguna ingin terus menonton.
Menurut Dr. Hsu, menonton video pendek tanpa jeda berisiko membuat otak menjadi lelah dan stres. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini berpotensi menyebabkan kualitas tidur yang buruk dan meningkatkan risiko gangguan tidur. “Sebagian besar konten online dirancang agar menarik dan mudah diikuti. Hal ini juga berlaku pada TikTok, di mana pengguna terus-menerus disuguhi konten singkat yang membuat ketagihan,” ujarnya.
Para ahli merekomendasikan sejumlah cara untuk mengendalikan kebiasaan scrolling yang berlebihan. Termasuk menetapkan batas waktu penggunaan, mengaktifkan mode notifikasi tidur di aplikasi, serta memilih konten yang lebih bermanfaat. Penggunaan platform ini sebaiknya diawasi, terutama bagi remaja yang mungkin belum menyadari konsekuensi dari kebiasaan ini.
Ketagihan TikTok adalah fenomena yang sebaiknya tidak dianggap sepele. Meskipun memberikan hiburan yang menyenangkan. Ketergantungan pada konten singkat ini perlu diatur agar tidak berdampak buruk pada kesehatan mental dan memori para penggunanya. Pengguna perlu lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi, demi kesejahteraan diri mereka sendiri di masa depan.
“Simak Juga: Biaya Makan Bergizi Gratis Rp 71 Triliun, Pengadaan Susu Lokal Hanya Rp 1,5 Triliun”