Rupiah Menguat di Hari Terakhir 2025, Jadi yang Terbaik di Asia

Rupiah Menguat di Hari Terakhir 2025, Jadi yang Terbaik di Asia

TrenHarapan – Pagi terakhir di tahun 2025 dibuka dengan kabar yang cukup menenangkan bagi pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat ke level Rp 16.730 per dollar AS, naik sekitar 0,25 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Penguatan ini terasa istimewa karena terjadi di tengah suasana pasar yang cenderung sepi menjelang pergantian tahun. Lebih dari itu, rupiah tercatat sebagai mata uang dengan kinerja terbaik di kawasan Asia pada perdagangan pagi tersebut. Bagi pelaku pasar, kondisi ini memberikan sinyal bahwa tekanan terhadap rupiah mulai mereda, setidaknya untuk sementara. Walaupun penguatannya belum besar, momentum ini tetap disambut positif karena menunjukkan adanya keseimbangan baru antara permintaan dan penawaran valuta asing. Di akhir tahun yang penuh dinamika global, penguatan rupiah menjadi catatan penting yang memberi ruang optimisme memasuki 2026.

Perbandingan Kinerja Mata Uang Asia

Jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, performa rupiah terlihat menonjol. Sejumlah mata uang utama di kawasan memang bergerak bervariasi, namun penguatannya relatif terbatas. Yuan China hanya naik tipis, diikuti baht Thailand dan dollar Singapura dengan kenaikan yang sangat kecil. Peso Filipina juga menguat, tetapi dalam rentang yang nyaris tidak terasa. Di sisi lain, beberapa mata uang justru berada di zona merah. Won Korea Selatan tercatat sebagai mata uang dengan pelemahan terdalam pagi itu, disusul ringgit Malaysia dan dollar Taiwan. Yen Jepang dan dollar Hongkong juga melemah meski dalam skala kecil. Dalam konteks tersebut, rupiah tampil sebagai pengecualian yang menarik perhatian. Posisi ini menunjukkan bahwa sentimen domestik relatif lebih terjaga dibandingkan tekanan yang dialami negara lain di kawasan Asia.

“Baca Juga : Harga Emas dan Perak Rebound, Sinyal Awal “Perang Logam” Global”

Minimnya Aktivitas Pasar Jelang Tutup Tahun

Penguatan rupiah tidak bisa dilepaskan dari kondisi pasar yang cenderung lengang menjelang akhir tahun. Aktivitas perdagangan menurun seiring banyak pelaku pasar memilih menahan posisi dan menunggu arah baru di awal 2026. Selain itu, hampir tidak ada rilis data ekonomi besar yang menjadi penggerak utama pasar. Situasi ini membuat pergerakan nilai tukar lebih dipengaruhi oleh faktor teknikal dibandingkan sentimen fundamental baru. Dalam kondisi seperti ini, fluktuasi biasanya lebih terbatas dan bergerak dalam rentang sempit. Rupiah memanfaatkan situasi tersebut untuk menguat tipis, didorong oleh berkurangnya tekanan beli dollar AS. Namun, pasar tetap berhati-hati karena minimnya likuiditas juga bisa membuat pergerakan menjadi rapuh jika muncul sentimen mendadak. Oleh karena itu, penguatan ini dipandang sebagai refleksi keseimbangan sementara, bukan awal tren besar.

Pandangan Analis soal Prospek Rupiah

Analis mata uang menilai pergerakan rupiah ke depan masih akan bersifat terbatas. Menurut pengamat pasar, rupiah cenderung bergerak datar atau berkonsolidasi dengan peluang penguatan yang tidak terlalu besar. Sikap wait and see mendominasi pasar karena investor menunggu arah kebijakan dan sentimen baru di awal tahun. Minimnya data ekonomi menjelang pergantian tahun turut memperkuat kecenderungan tersebut. Meski begitu, posisi rupiah yang sudah berada di area jenuh jual atau oversold membuka peluang terjadinya rebound teknikal. Rebound ini diperkirakan bersifat terbatas dan lebih dipicu oleh penyesuaian jangka pendek. Dengan kata lain, rupiah memiliki ruang untuk bernapas, tetapi belum cukup kuat untuk melesat jauh tanpa dukungan sentimen yang lebih solid.

“Simak Juga : Bank Mandiri Komitmen Dukung Pemulihan Ekonomi Melalui Perlakuan Khusus Kredit untuk Debitur Terdampak Bencana”

Bayang-bayang Suku Bunga Masih Membebani

Salah satu faktor yang masih membayangi pergerakan rupiah adalah prospek kebijakan suku bunga Bank Indonesia. Ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan dinilai menjadi sentimen yang menahan penguatan rupiah lebih lanjut. Di satu sisi, penurunan suku bunga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut berpotensi mengurangi daya tarik aset berdenominasi rupiah bagi investor asing. Kondisi ini membuat rupiah bergerak hati-hati, meskipun tekanan jual sudah mulai berkurang. Pasar menimbang dengan cermat keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan kebutuhan mendorong ekonomi. Oleh sebab itu, setiap sinyal dari Bank Indonesia akan menjadi perhatian utama di awal tahun 2026 dan sangat menentukan arah rupiah ke depan.

Kisaran Pergerakan yang Diperkirakan Pasar

Dengan berbagai faktor tersebut, pelaku pasar memperkirakan rupiah akan bergerak dalam kisaran yang relatif sempit. Rentang Rp 16.700 hingga Rp 16.850 per dollar AS dipandang sebagai area wajar dalam jangka pendek. Selama tidak ada kejutan besar dari dalam maupun luar negeri, rupiah kemungkinan bertahan di kisaran tersebut. Penguatan di hari terakhir 2025 lebih dilihat sebagai penutup tahun yang stabil, bukan sinyal perubahan tren besar. Meski demikian, kondisi oversold memberi harapan bahwa tekanan ekstrem telah mereda. Bagi pelaku pasar dan masyarakat, stabilitas ini menjadi bekal penting untuk menghadapi awal tahun baru dengan ekspektasi yang lebih terukur dan realistis.