Tren Harapan – Pendosa pajak diampuni lagi melalui rencana program tax amnesty yang akan dilaksanakan pemerintah bersama DPR RI. Program ini mulai tercium dari hasil Rapat Panja Prolegnas RUU Prioritas 2025. Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah sepakat memasukkan revisi UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam draf Prolegnas 2025.
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, mengakui rencana ini merupakan inisiatif DPR. Ia menyebut bahwa program ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para wajib pajak untuk memperbaiki kesalahan masa lalu. Namun, langkah ini menuai pro dan kontra, terutama soal rasa keadilan bagi masyarakat.
Tax amnesty pertama kali dilakukan pada 2016-2017. Program ini berhasil diikuti oleh hampir satu juta wajib pajak dengan nilai harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun. Negara menerima uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun, meskipun tidak mencapai target Rp165 triliun. Saat itu, pemerintah menjanjikan bahwa tax amnesty akan menjadi program satu kali.
Namun, pada 2022, pemerintah kembali meluncurkan program serupa dengan nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Program ini menghasilkan pengungkapan harta sebesar Rp594,82 triliun dari 247.918 wajib pajak, dan negara memperoleh Rp60,01 triliun dalam bentuk pajak penghasilan.
“Baca juga: Pemerintah Siapkan Tax Amnesty Lagi”
Rencana pelaksanaan tax amnesty jilid III memicu pertanyaan tentang keadilan dan konsistensi kebijakan. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (PK-TRI), Prianto Budi Saptono, menjelaskan bahwa ada dua sudut pandang terhadap kebijakan ini.
Dari satu sisi, tax amnesty dapat dianggap perlu untuk meningkatkan penerimaan pajak secara cepat dan efektif. Program ini memungkinkan pemerintah menggalang dana tanpa harus melalui proses hukum yang panjang terhadap pelanggar pajak.
Namun, dari sisi lain, kebijakan ini dinilai mencederai rasa keadilan. Wajib pajak yang patuh membayar pajak sesuai tarif normal merasa dirugikan karena wajib pajak yang tidak patuh justru mendapat keringanan. Hal ini berisiko mendorong masyarakat untuk tidak patuh karena menganggap tax amnesty akan terus berulang.
“Simak juga: BRI Bantu Generasi Muda Kelola Keuangan dengan Tabungan Pintar Anti Pinjol”
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengkritik keras rencana ini. Ia menilai masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah jika tax amnesty terus berulang. Kebijakan ini juga dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah yang berencana menaikkan PPN pada 2025.
Menurut Fajry, langkah ini dapat memicu gejolak sosial, seperti aksi protes dari masyarakat. Ia juga mempertanyakan siapa sebenarnya yang akan diuntungkan dari program tax amnesty kali ini, mengingat sebagian besar konglomerat telah mengikuti program sebelumnya.
Pendosa pajak diampuni lagi dengan alasan mendorong penerimaan negara. Namun, dampak jangka panjang dari kebijakan ini dinilai kontraproduktif. Wajib pajak patuh dapat kehilangan motivasi, sementara tingkat kepatuhan pajak secara keseluruhan bisa menurun. Jika pemerintah tetap melanjutkan program ini, risiko politik dan sosial yang besar menjadi hal yang harus diantisipasi.