Tren Harapan – Konflik Israel-Palestina telah berlangsung lebih dari tujuh dekade, tetapi negara-negara Arab tampak semakin enggan untuk membantu Palestina. Setelah serangan besar yang dilakukan oleh kelompok perlawanan Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel segera melancarkan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza. Serangan tersebut menargetkan berbagai fasilitas, termasuk rumah sakit dan area pengungsian, yang menimbulkan korban jiwa di kalangan warga sipil Palestina. Meskipun agresi Israel ini mengundang kecaman dari banyak negara, termasuk negara-negara Arab, kenyataannya mereka tidak memberikan bantuan nyata yang dapat mengubah situasi di lapangan.
Pada 15 November 2023, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa serangan Israel telah menewaskan lebih dari 11.500 orang, dengan hampir 5.000 di antaranya adalah anak-anak. Meskipun kecaman dari negara-negara Arab terhadap serangan Israel. Namun, tidak ada tindakan nyata yang dilakukan untuk membantu meringankan penderitaan Palestina. Ketidakmampuan negara-negara Arab untuk bertindak secara tegas terlihat jelas dalam pertemuan Liga Arab di Kairo pada 11 Oktober 2023. Di mana kecaman keras terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak—Israel dan Hamas—disuarakan. Namun, mereka tidak secara langsung menyerukan tindakan konkret yang mendukung perdamaian bagi Palestina.
“Baca juga: Rudal Hipersonik Akan Banyak Uji Coba Usai Ditembak ke Ukraina”
Mengapa negara-negara Arab tidak lebih mendukung Palestina? Salah satu faktor utama adalah perpecahan di dunia Arab yang semakin memperlemah solidaritas. Kepentingan politik dan ekonomi negara-negara Arab, khususnya hubungan mereka dengan Amerika Serikat, berperan besar dalam hal ini. Sejak tahun 2020, enam negara Arab telah menormalisasi hubungan dengan Israel, antara lain Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Arab Saudi juga tengah berada dalam proses untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Negara-negara yang telah menormalisasi hubungan ini, termasuk Mesir dan Yordania, memiliki kepentingan strategis dan ekonomi yang tidak ingin terancam oleh konflik Palestina-Israel.
Ketidakmampuan negara-negara Arab untuk bertindak nyata terhadap Israel semakin terlihat dalam pertemuan puncak gabungan Islam-Arab. Di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 16 Oktober 2023. Usulan dari Iran dan Lebanon untuk memberlakukan embargo minyak terhadap Israel ditolak oleh negara-negara Arab penghasil minyak seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Saudi beralasan bahwa menggunakan sumber daya minyak sebagai alat sanksi akan merugikan seluruh pihak dan lebih memilih penyelesaian damai melalui dialog.
“Simak juga: Jerman Siapkan Bunker untuk Warga, Isyarat Perang Dunia Ketiga Semakin Dekat”
Seiring berjalannya waktu, solidaritas negara-negara Arab terhadap perjuangan Palestina semakin memudar. Negara-negara Arab pernah bersatu dalam memerangi Zionisme dan mendukung perjuangan Palestina setelah berdirinya Israel pada tahun 1948. Sejak perjanjian damai Mesir-Israel pada tahun 1979, dan lebih lanjut setelah negara-negara Arab menormalisasi hubungan mereka dengan Israel. Solidaritas terhadap Palestina mulai berkurang. Selain itu, konflik-konflik internal seperti perang saudara di Suriah, Yaman, dan Libya, serta ketidakstabilan politik di kawasan, telah mengalihkan perhatian negara-negara Arab dari masalah Palestina.
Dengan menolak menerima pengungsi Palestina yang melarikan diri dari serangan Israel, negara-negara Arab juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap nasib rakyat Palestina. Mesir dan Yordania, meskipun memiliki perbatasan dengan Palestina, enggan membuka pintu bagi pengungsi Palestina. Karena khawatir akan memperburuk hubungan mereka dengan Israel dan merusak perjanjian damai yang sudah ada.
Ketidakkompakan di antara negara-negara Arab ini semakin membuka peluang bagi negara-negara non-Arab seperti Iran dan Turki untuk memperluas pengaruh mereka di kawasan tersebut. Sementara negara-negara Arab semakin terjebak dalam kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri.