Jokowi dan Kursi Kehormatan di Global Advisory Board Bloomberg New Economy
TrenHarapan – Kabar bergabungnya Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), sebagai anggota Global Advisory Board Bloomberg New Economy sontak mencuri perhatian publik. Media besar, termasuk Kompas.com, menyoroti hal ini dengan judul yang megah, seolah menempatkan Jokowi sejajar dengan tokoh dunia yang ikut menentukan arah percakapan global. Namun, jika ditelaah lebih dalam, posisi ini lebih tepat dipahami sebagai panggung citra ketimbang ruang pengambilan keputusan strategis.
Bloomberg New Economy: Klub Eksklusif, Bukan Forum Penentu Dunia
Bloomberg New Economy kerap dipersepsikan setara dengan forum global seperti PBB, G20, atau World Economic Forum (WEF) di Davos. Padahal, kenyataannya berbeda. Forum ini lebih menyerupai sebuah klub eksklusif yang diinisiasi oleh raksasa media keuangan Bloomberg. Agenda utamanya adalah diskusi isu-isu besar dunia, namun tanpa kewajiban menghasilkan keputusan mengikat. Dengan kata lain, ini adalah panggung prestisius untuk elite politik, bisnis, dan akademisi — lebih ke arah pencitraan daripada diplomasi substantif.
Simbolisme, Bukan Strategi Diplomasi
Kehadiran Jokowi dalam dewan penasehat ini membawa simbolisme, namun tidak serta merta meningkatkan bobot diplomasi Indonesia. Posisi tersebut dapat dianggap sebagai kursi kehormatan, bukan ruang berpengaruh yang dapat mengubah arah kebijakan global. Meskipun demikian, penunjukan ini tetap mencerminkan pengakuan internasional terhadap figur Jokowi yang berhasil menjaga stabilitas politik dan ekonomi di tengah tantangan besar.
Paradoks Jokowi: Infrastruktur Melesat, Utang Negara Melonjak
Apa yang membuat Jokowi menarik bagi forum semacam ini? Jawabannya ada pada paradoks kepemimpinannya. Selama sepuluh tahun memimpin, Indonesia mengalami percepatan pembangunan infrastruktur yang signifikan. Jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga transportasi publik dibangun masif. Namun, di sisi lain, utang negara juga melonjak drastis, lebih dari tiga kali lipat. Meski demikian, Indonesia tetap mempertahankan peringkat investment grade serta kepercayaan pasar global.
“Simak Juga : Mendagri Tito Dorong Pemda Belajar Praktik Baik BUMD dari Jepang untuk Dongkrak PAD”
Keberhasilan Menjaga Kepercayaan Pasar
Dari kacamata dunia internasional, kemampuan menjaga stabilitas ekonomi meskipun utang melonjak adalah prestasi tersendiri. Pasar global melihat Indonesia sebagai negara yang mampu menambah beban fiskal tanpa menimbulkan gejolak serius. Hal ini menjadikan Jokowi figur yang relevan untuk duduk di forum seperti Bloomberg New Economy, yang lebih banyak mengedepankan narasi stabilitas dan optimisme pembangunan.
Citra vs Realitas di Panggung Global
Meski terkesan megah, penunjukan Jokowi di Global Advisory Board Bloomberg New Economy tetap perlu ditempatkan dalam konteks yang proporsional. Posisi ini bukanlah tonggak diplomasi, melainkan panggung citra global. Namun, citra inilah yang sering kali menjadi modal penting dalam diplomasi modern. Jokowi kini hadir bukan hanya sebagai mantan presiden, tetapi juga sebagai simbol paradoks: pembangunan besar dengan utang besar, namun tetap dipercaya oleh pasar global.